2 Mei 2025

Menghormati Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal (IP&LC) yang Terkena Dampak Produksi Pertanian di Indonesia:

Share

Menghormati Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal (IP&LC) yang Terkena Dampak Produksi Pertanian di Indonesia:

Gambaran Umum

Dengan tajuk "Menghormati Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang Terkena Dampak Produksi Pertanian di Indonesia," proyek ini bertujuan untuk mendukung upaya bersama dalam menangani akar penyebab permasalahan hak atas lahan yang dihadapi Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal (atau Indigenous People and Local Community/IP&LC) di Indonesia. Fokus utamanya adalah mendukung proses penyelesaian dan pemulihan konflik lahan, serta mengembangkan mekanisme untuk mencegah timbulnya konflik serupa di kemudian hari. Proyek ini juga mengakui dan memperkuat kontribusi berbagai pihak sebelumnya terkait penghormatan hak atas tanah di Indonesia, seperti yang tercantum dalam laporan Peran Sektor Swasta dalam Mendukung Penyelesaian Konflik Lahan di Indonesia (Role of the Private Sector in Supporting Land Conflict Resolution in Indonesia) oleh The Forest Institute dan berbagai publikasi lain yang relevan.

Proyek ini diimplementasikan oleh Proforest, Cipta Rukun Upaya (sebelumnya dikenal sebagai Conflict Resolution Unit/CRU), Earthworm Foundation, dan Dala Institute (hanya untuk Fase-1 dan didanai oleh Mondelez, Nestle, PepsiCo, dan Unilever. Fase-1 yang dilaksanakan ditahun 2024 berfokus pada analisis hak atas tanah pada tingkat nasional. Selanjutnya, pada tahun 2025, Fase-2 proyek ini memasuki fase implementasi yang lebih mendalam di provinsi Aceh, yang dipilih sebagai wilayah percontohan strategis untuk menguji efektivitas pendekatan, meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan lokal, dan mengidentifikasi peluang untuk perluasan skala di masa depan.

Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu produsen utama bahan baku kehutanan dan pertanian seperti kelapa sawit, dan pemasok utama bagi ribuan perusahaan di sektor komoditas pertanian. Banyak dari perusahaan tersebut telah memiliki komitmen untuk menghormati hak asasi manusia dan melindungi lingkungan dalam operasional dan rantai pasok mereka. Komitmen ini mencakup penghormatan terhadap hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal (IP&LC), termasuk hak mereka untuk memberikan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) atau Free and Prior Informed Consent (FPIC) terkait setiap kegiatan yang dapat memengaruhi lahan dan hak-hak mereka. Meskipun pengakuan hak atas tanah adat Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal (IP&LC) telah meningkat dalam dekade terakhir, sektor pertanian dan kehutanan masih menghadapi isu-isu signifikan, termasuk berbagai konflik lahan yang sedang berlangsung maupun yang baru timbul terkait produksi pertanian dan kehutanan. Konflik lahan dan sumber daya yang berkelanjutan ini merupakan tantangan besar bagi perusahaan, baik di hulu maupun di hilir, dalam memenuhi komitmen dan mematuhi regulasi yang berlaku serta yang akan datang.

Tentang Proyek

Tujuan jangka panjang dari proyek ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan solusi kunci dalam mengurangi konflik antara perusahaan dan Masyarakat Adat serta Masyarakat Lokal (IP&LC). Selain itu, proyek ini bertujuan membangun sistem yang secara proaktif mencegah

terjadinya konflik di masa depan, termasuk dengan menghormati dan menghargai hak atas tanah adat dikabupaten terpilih di Aceh dan yurisdiksi lain di Indonesia.

Proyek ini dimulai pada bulan Mei 2024 dengan pelaksanaan Fase-1 yang menitikberatkan pada serangkaian wawancara dengan pemangku kepentingan kunci di tingkat nasional (termasuk perwakilan masyarakat sipil, pemerintah, akademisi, Perusahaan, dan lainnya) terkait isu hak atas tanah Masyarakat Adat dan Masyarakat Setempat (IP&LC) di Indonesia oleh Dala Institute. Laporan Dala Institute menyajikan temuan utama dan rekomendasi bagi perusahaan serta pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas tanah IP&LC di Indonesia.

Fase-2 proyek ini dimulai pada tahun 2025, berfokus pada keterlibatan dan dialog dengan para pemangku kepentingan lokal di Kabupaten terpilih di Aceh untuk mengidentifikasi dan merumuskan solusi akar rumput (bottom-up) untuk isu-isu spesifik terkait hak atas lahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta memberikan pelatihan kepada para pemangku kepentingan lokal mengenai hak atas lahan dan mediasi konflik. Di bawah payung Inisiatif Bentang Alam Aceh/Aceh Landscape Initiative (meliputi Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Selatan, dan Aceh Tenggara) yang diinisiasi oleh Earthworm Foundation, implementasi proyek ini akan diawali dengan pemetaan konflik lahan yang ada di wilayah yurisdiksi, pengembangan peta indikatif daerah rawan konflik, dan mengadakan sesi penyadartahuan bagi berbagai kelompok pemangku kepentingan (Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal, perusahaan, pemerintah, Organisasi Masyarakat Sipil). Selanjutnya, akan diadakan dialog multipihak untuk mengidentifikasi tantangan utama, solusi, dan peluang kolaborasi terkait hak atas lahan, termasuk penyusunan Peta Jalan dan Rencana Aksi (Roadmap for actions). Secara paralel, CRU akan menyelenggarakan pelatihan bagi para mediator konflik terpilih guna mendukung proses mediasi sengketa lahan di Aceh, dan memberikan pelatihan kepada staf lapangan perusahaan dalam hal pencegahan dan penyelesaian konflik lahan dan sumber daya. Pembelajaran dari Fase-1 akan diintegrasikan dalam fase ini.

Proforest juga akan menyelenggarakan dua lokakarya “Landscape Exchange” (satu lokakarya daring, satu lokakarya luring) yang mempertemukan para praktisi lanskap, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan kunci dari berbagai inisiatif lanskap di Indonesia untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran dalam menangani isu hak masyarakat adat dan masyarakat lokal di tingkat tapak.

The long-term objective of this project is to identify key solutions for reducing conflicts between companies and IPs and LCs, as well as establishing systems to prevent future conflicts, including through the respect of customary land rights, which can be scaled up in Aceh and other jurisdictions in Indonesia. 

The project began in May 2024 with the implementation of phase 1 which focused on conducting national level interviews with key stakeholders (civil society, government, companies, etc.) on Indigenous People and Local Communities land rights issues in Indonesia. This was led by the Dala Institute who have developed a report outlining key findings and recommendations that set out opportunities and actions for companies and other stakeholders to improve the respect of Indigenous People and Local Communities land rights in Indonesia.  

Phase 2 began in 2025 and is focusing on combining engagement and dialogues with local stakeholders aiming to identify and help build bottom-up solutions for certain land rights issues in the Aceh province, as well as helping to train local stakeholders on land rights and conflict mediation. The project is being implemented through the existing Aceh Landscape Initiative (covering 4 districts in Aceh: Singkil, Subulussalam, Selatan and Tenggara) led by Earthworm Foundation. The project will start by mapping existing land conflicts in the jurisdiction and developing indicative maps of conflict-prone areas and conducting awareness raising sessions for different stakeholder groups (IPs and LCs, companies and producers, government, CSOs). This will be followed by holding multi-stakeholder dialogues in the jurisdiction to identify key challenges, solutions and opportunities for collaboration around land rights, including the development of a roadmap for action. In parallel, the CRU will be training expert resource conflict mediators to support land conflict mediation in Aceh and delivering a course for company field staff on land and resource conflict prevention and resolution. The project will build on as well as adjust the learnings identified in stakeholder interviews in Phase 1.  

Proforest will also be organising two landscape exchange workshops (one virtual, one in-person) bringing together the landscape implementers, community leaders and members and other key stakeholders of different landscape initiatives throughout Indonesia to share experiences and learnings on addressing IP and LC rights issues at local level.

For more information, email justin.dupre-harbord@proforest.net